Part 1 Kelebihan dan kekurangan - Proyek Aplikasi Web menggunakan Python + Flask + PostgreSQL

🔍 Cari Sesuatu?

Gunakan pencarian di bawah ini untuk hasil terbaik!

Part 1 Kelebihan dan kekurangan - Proyek Aplikasi Web menggunakan Python + Flask + PostgreSQL

Sury Mory Tech
0

Python + Flask + PostgreSQL

Stack ini merepresentasikan pendekatan engineering-first. Python berfungsi sebagai bahasa serbaguna dengan ekosistem kuat untuk data, analitik, dan otomasi. Flask, sebagai microframework, tidak memaksakan struktur berlebihan, sehingga arsitektur aplikasi sepenuhnya bergantung pada kedewasaan perancangnya. Ini kekuatan sekaligus risiko. PostgreSQL melengkapi stack ini sebagai sistem basis data relasional yang matang, konsisten, dan kaya fitur, terutama untuk query kompleks, transaksi keuangan, dan data time-series. Kombinasi ini ideal untuk aplikasi yang menuntut kontrol penuh atas domain logic, integritas data tinggi, dan fleksibilitas jangka panjang. Namun, stack ini tidak ramah bagi pendekatan “asal jadi”; tanpa desain yang disiplin, kompleksitas akan muncul cepat.


Layak untuk database besar?

Ya, serius layak. Bahkan sering dipakai di sistem yang benar-benar besar, bukan “besar versi UMKM”.

Kekuatan, PostgreSQL, Ini mesin database kelas berat.

  • ACID kuat
  • Query kompleks, window function, CTE, JSONB
  • Scaling vertikal & horizontal masuk akal
  • Dipakai di fintech, gov, enterprise

Python + Flask, Flask itu microframework, artinya kamu yang bertanggung jawab atas arsitektur, Cocok untuk:

  • API heavy
  • Data processing
  • Sistem IoT, analytics, backend service
  • Ekosistem data Python
  • Celery, Redis, SQLAlchemy, async worker
  • Mudah integrasi ML, ETL, pipeline data

Kelemahan

  • Flask tidak opinionated
  • Kalau tim kamu asal-asalan, hasilnya spaghetti code versi backend.
  • Performa raw Python < PHP/Go
  • Tapi ini ditutup oleh arsitektur yang benar (caching, async, worker).

👉 Kesimpulan: Untuk data besar + query kompleks + logika berat, ini stack kuat dan dewasa.



MySQL + PHP (Laravel)

Stack ini adalah contoh produktifitas pragmatis. PHP masih relevan karena kemudahan deployment dan ekosistem hosting yang luas, sementara Laravel menyediakan kerangka kerja yang opinionated, terstruktur, dan mempercepat pengembangan aplikasi berbasis CRUD. MySQL berperan sebagai database yang stabil dan cepat untuk beban baca-tulis umum, meskipun memiliki keterbatasan pada query analitik kompleks dibanding PostgreSQL. Kombinasi ini sangat populer untuk aplikasi bisnis, SaaS menengah, dan sistem yang menekankan kecepatan pengembangan. Kelemahannya muncul ketika aplikasi berkembang menjadi data-intensive atau membutuhkan pemrosesan asinkron yang berat, di mana stack ini mulai menunjukkan batas desainnya.


Layak? Ya, tapi dengan batas yang jelas.

Kekuatan Laravel

  • Produktivitas tinggi
  • Struktur jelas
  • Cocok CRUD skala menengah-besar
  • MySQL
  • Cepat untuk read-heavy
  • Mudah direplikasi
  • Banyak hosting support

Kelemahan

  • MySQL lemah di query kompleks dibanding PostgreSQL
  • Laravel berat untuk sistem data-intensive
  • PHP bukan pilihan ideal untuk:
  • Background processing berat
  • Analitik kompleks
  • IoT data stream

👉 Kesimpulan: Bagus untuk aplikasi bisnis, e-commerce, SaaS biasa, bukan pilihan paling elegan untuk data raksasa.



MongoDB

MongoDB merepresentasikan paradigma document-based NoSQL, yang menekankan fleksibilitas skema dan kemudahan scaling horizontal. Data disimpan dalam bentuk dokumen JSON-like, cocok untuk use case seperti event logging, IoT, atau data yang strukturnya sering berubah. MongoDB unggul ketika relasi antar data tidak kompleks dan konsistensi ketat bukan prioritas utama. Namun, ia sering disalahgunakan sebagai pengganti database relasional untuk sistem transaksi, yang berujung pada desain rapuh dan query mahal. MongoDB bukan solusi universal; ia efektif hanya ketika karakter data dan pola aksesnya memang sesuai.


Skala besar? Bisa. Tapi sering salah dipakai.

Kekuatan, Skema fleksibel Cocok data:

  • Event
  • Log
  • IoT time-series
  • Horizontal scaling relatif mudah

Kelemahan serius

  • Transaksi kompleks = ribet
  • Join = mahal
  • Konsistensi bukan kekuatan utamanya
  • Banyak proyek pakai Mongo padahal seharusnya pakai SQL

👉 Kesimpulan: MongoDB bagus jika datanya memang cocok, bukan karena “NoSQL itu modern”.



WordPress

WordPress adalah content management system, bukan framework aplikasi umum. Ia unggul untuk blog, portal konten, dan situs berbasis publikasi karena ekosistem plugin dan tema yang sangat besar. Untuk kebutuhan tersebut, WordPress efisien dan cepat digunakan. Masalah muncul ketika WordPress dipaksa menjadi sistem aplikasi kompleks atau data-centric. Arsitektur databasenya tidak dirancang untuk analitik, transaksi keuangan, atau logika bisnis berat. Dengan caching dan optimasi ekstrem, WordPress bisa diskalakan, tetapi biayanya adalah kompleksitas teknis yang tidak proporsional dengan hasil.

Mari jujur tanpa basa-basi. Realita, WordPress bukan database-centric system 

  • Skala besar =
  • Plugin numpuk
  • Query berantakan
  • Cache ditambal sana-sini
  • Debug sambil berdoa

Bisa dipaksa? Ya. Dengan:

  • Redis
  • CDN
  • Object cache
  • Custom query rewrite
  • Infrastruktur mahal

👉 Kesimpulan: Kalau targetmu data besar + performa + kontrol penuh, WordPress itu alat yang salah.


🔍 Ringkasan Jujur (tanpa marketing)

StackDatabase BesarQuery KompleksKontrol ArsitekturCocok untuk
Python + Flask + PostgreSQL✅✅✅✅✅✅✅✅✅Data-heavy, API, IoT
Laravel + MySQL✅✅SaaS, bisnis
MongoDB✅ (kontekstual)Event, log, IoT
WordPressKonten, blog

🎯 Jawaban Tegas

  • Jika targetmu database besar, query rumit, dan sistem serius
    Python + PostgreSQL menang

  • Jika targetmu cepat jadi dan bisnis standar
    ➜ Laravel + MySQL cukup

  • Jika datanya event/log
    ➜ MongoDB masuk akal

  • Jika pakai WordPress untuk ini
    ➜ Masalahnya bukan teknis, tapi keputusan awal

Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)
To Top